Sebatas Perbedaan Adat Istiadat

 #Cerpen

Joni dan Dinda berencana untuk menggelar pertunangan di kediaman Dinda. Mereka merupakan pasangan kekasih yang telah menjalani hubungan lebih dari Lima tahun, sehingga mereka memutuskan untuk membuat langkah besar dan mengarah ke arah yang lebih serius. Mereka pun memiliki selera yang hampir sama, dari hal-hal yang mereka sukai, makanan, minuman, hobi, selera musik, film, bahkan dari kebiasaan mereka yaitu menggigit sedotan disaat mereka dilanda kecemasan.

Saat merencanakan hari besar mereka, kesamaan tersebut rasanya tiada artinya, mereka sangat bertolak belakang soal acara pertunangan hingga hari resepsi yang mereka rencanakan bersama. Adat istiadat yang membuat keduanya memiliki pandangan yang sangat jauh berbeda. Di sepanjang jalan menuju rumah Dinda, pertengkaran antara memilih adat siapa untuk digunakan pada saat resepsi pernikahannya pun terus bergulir tak ada henti dan tak ada yang ingin kalah.

“yaudalah Din, kita pake adat aku aja adat sunda. Simpel, gak banyak ini itu!” pinta Joni.

“gak bisa! orang tua aku gak akan setuju Jon, Mamah dari dulu pengen banget anaknya nikahan pake adat Padang.”

“ya kan kakak kamu udah, Ibuku juga gak akan setuju Din dia pasti seneng banget kalo kita pake adat Sunda, lagian kan enak gak ribet.”

“kok ribet sih? Namanya ngikutin adat ya pasti ada aja lah Jon perintilannya, kamu kenapa sih gak ngertiin kemauan aku sama Mamah banget!” Dinda terus-menerus kekeh dengan pilihannya.

“Din, kamu ngerti gak sih kamu yang ribet disini, konsep udah sesuai dengan apa yang kita mau masa mau pake adat Padang? kan gak nyambung. Kamu sekali-kali ngertiin aku dong!”

“kamu yang gak ngertiin aku, aku maunya pake adat aku kok kamu malah salahin aku. Kamu juga ribet dari awal aku emang maunya pake adat Padang kenapa tiba-tiba kamu mau pake adat kamu!”

Percekcokan mereka terus berlanjut hingga tiba di depan rumah Dinda. Dinda turun dari mobil tanpa sepatah kata pun. Joni juga tidak berusaha membujuk Dinda. Mereka berdua tegak pada pendirian mereka masing-masing.

Permasalahan itu berujung dengan hilangnya komunikasi yang intens di setiap harinya. Joni dan Dinda yang selalu memberi kabar tiap harinya berubah sejak hari itu. Mereka bagaikan air dan api yang sama-sama kuat dan tidak ada yang bergeming untuk memulai obrolan. Dua minggu berlalu, jangankan bertatap langsung, SMS, Telpon ataupun Chat tidak kunjung mereka dapatkan dari masing-masing telepon genggam mereka.

Lantas, apakah hubungan hanya sebatas perbedaan adat istiadat. Apakah dengan salah satunya mengalah maka tidak akan ada lagi percekcokan di awal memulai lembaran baru mereka. Bukankah yang lebih di pentingkan adalah kesakralan mengikat janji sucinya, lantas jika sudah begini, siapa yang harus disalahkan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bimbang

Kenapa Harus Bayar Mahal kalo ada Kopi yang lebih Murah? Yuk Coba Bikin Sendiri

Tiktok Sebagai Ladang Informasi Kekinian